0

Sri Purwani, M. Pd_Guru MTs Negeri 6 Jakarta


“Orang merasa kesulitan untuk menulis.

Rasa takut untuk memulai menulis

Dan saya mencoba belajar menulis”



Pagi itu, juga pagi di hari hari lainnya.

Cuaca cerah, dahan pohon bergoyang dihembus angin, dan di sisi utara langit biru mengiringi matahari dengan sinar hangatnya,  menambah sejuk suasana kelas terkena imbas hembusan angin.

Kring…krig…kring. Bunyi alarm kegiatan pembiasaan sholat Dhuha nyaring berbunyi. Isyarat awal kegiatan belajar di madrasah kami. Sholat Dhuha berjamaah dan tadarus, menjadi program pembiasaan. Tujuannya memberikan pengalaman spiritual kepada peserta didik dan penanaman karakter yang positif, sehingga kelak dapat diterapkan dilingkungan tempat tinggal dan masyarakat. Aamiin.

Kelas yang menyenangkan adalah kelas yang diidam-idamkan guru dan peserta didik. Mereka akan terus bersemangat dalam kegiatan belajar. Tidak mudah untuk menciptakan kelas yang menyenangkan. Butuh strategi khusus untuk menyatukan kelas dengan karakter individu yang beragam. Selain itu diperlukan kerjasama di dalamnya.

Bagaimana menciptakan kelas yang menyenangkan itu? Kegiatan belajar mengajar tentu akan berhasil jika guru dan peserta didik menikmati proses belajar dan mengajar. Kelas akan terasa hidup, jika guru dan peserta didik saling bersinergi dan bersemangat.

Suatu waktu, saya  menjadi wali kelas 9, kelas yang sangat special. Mengapa dikatakan kelas special? Pertama karena jumlah peserta didik 30. Terdiri dari 15 peserta didik putra dan 15 peserta didik putri. Kedua, peserta didik binaan saya kategori peserta didik yang membutuhkan perhatian khusus dalam belajar.

Kelas khusus di madrasahku tidak sama dengan madrasah lain. Hal-hal yang membedakan dapat berupa proses pemilihan siswa, fasilitas yang disediakan, biaya administrasi, dan lain-lain. Ada sekolah /madrasah yang menggunakan cara test khusus, sehingga siswa yang mengikuti tes dengan sistem penilaian khusus dan berhasil mencapai nilai standar yang telah ditetapkan, akan dapat menghuni kelas tersebut. 

Namun, ada pula madrasah yang pemilihan kelas khususnya berdasarkan nilai rapot, sehingga peserta didik yang berada dikelas tersebut adalah mereka yang memiliki nilai rapot yang memenuhi standar penilaian. Tentunya masih banyak cara yang dilakukan sekolah/madrasah agar peserta didik dapat menghuni kelas semacam itu.

Kelas khusus yang saya ampu adalah kelas yang peserta didiknya pilihan. Pilihan dalam arti, memiliki beragam kendala dalam belajar, ekonomi orangtua di bawah rata-rata. Contoh : sebut saja Ani dan Ani- Ani lainnya, peserta didik saya ini memiliki karakter gemar berjalan di kelas. Bagus, memiliki karakter memainkan jari jemari tangannya seakan memetik senar gitar. Citra, memiliki karakter menghafal al-Quran di kolong meja. (He…he..jadi terkenang pengalaman belajar mereka). Didit, selalu memukul meja, seakan sedang memainkan gendang.

Unik. Sangat unik. Boleh dikata, kelas binaan saya terdiri dari  peserta didik kategori “lower” pada awalnya. Suatu tantangan besar untuk mengubah karakter mereka.

Bulan pertama dalam tahun ajaran baru, langkah yang saya lakukan adalah, memberikan pembinaan dan pembiasaan yang berbeda waktu pelaksanaannya dengan kelas 9 lainnya.

Saat itu saya berpikir, kelas saya adalah kelas khusus, artinya, saya berhak juga memperlakukan peserta didik dengan khusus pula. Kemudian saya membuat program khusus dalam mengelola kelas, dengan melibatkan langsung peran serta orangtua, guru dan kepala madrasah.

Untuk mendukung program tersebut, saya meminta dukungan langsung kepala madrasah.

Alhamdulillah, kepala madrasah memberikan dukungan yang penuh. Akhirnya saya pun mulai merealisasikan program satu per satu. 

Program pertama, membuat surat pernyataan kesepakatan belajar dengan peserta didik dan ditanda tangani oleh orangtua di atas materai. Duh… berat memang, namun ini terobosan saya dalam mengikat peserta didik agar dapat bersinergi dalam belajar.

Program ke dua, memberikan kebebasan peserta didik dalam menyelesaikan tugas belajar dengan gaya dan kemampuan yang dimiliki. Program ini, di awal mendapat tantangan keras dari beberapa guru mata pelajaran. Bagaimana tidak? Guru mata pelajaran berangapan, jika tugas yang diberikan tanpa batas waktu, maka membuat peserta didik lalai dalam belajar. Namun, dengan keyakinan dan keteguhan, akhirnya  program kedua ini pun berhasil dilalui.

Program ke tiga, memberikan kebebasan peserta didik untuk mengembangkan kebiasaaan positifnya. Bekerja sama dengan guru mata pelajaran untuk menjadikan kebiasaan peserta didik dalam menghafal al-quran diberikan tempat khusus.

Program ke empat, mewajibkan peserta didik mengikuti kegiatan ekskul Pramuka pada semester pertama.Saya beranggapan, dengan kegiatan ekskul Pramuka, peserta didik dapat lebih mandiri dan mampu menyalurkan bakat terpendam.

Program ke lima, mewajibkan peserta didik mengikuti kegiatan bimbingan belajar pada hari Sabtu. Upaya menngkatkan prestasi akademik. Pada program ini saya bekerjasama dengan alumni yang memiliki kemampuan di bidangnya. Mengapa alumni? Karena saya beranggapan, belajar didampingi tutor sebaya akan lebih mengena pada kasus peserta didik binaan saya ini.

Program ke enam, mewajibkan peserta didik saat istirahat pertama tidak keluar kelas. Ekstrem memang. Jam istirahat pertama saya gunakan untuk melaksanakan pembiasan dan pembinaan. Antara lain, makan bersama, bercerita dan saling mengisi. Dan akhirnya kegiatan ini pun menuai hikmah bahagia. Kami jadi saling dekat dan menghargai. Duh… jadi kangen mereka. ( huuu…huuu…huuu).

Program ke tujuh, mewajibkan peserta didik membuat jadwal kegiatan harian di rumah serta di tanda tangani oleh oramg tua. Berat ya?,Berat, namun, akhirnya peserta didik paham, betapa penting mengatur waktu kegiatan di rumah.

Program ke delapan, mewajibkan peserta didik mem- bentuk kelompok belajar dan menceritakan kesulitan belajar setiap akhir pekan. Tujuan ini untuk mencari solusi atas pemasalahan peserta didik.

Program ke sembilan, menata ruang kelas sedemikian rupa, meletakkan alat-alat musik di sudut kelas sebelah kanan, meletakkan meja kecil berisikan buku-buku cerita di pojok kiri. Memasang papan/display kreatif. Mengatur tempat duduk, meja dan bangku sesuai dengan kelompok belajar.

Program ke sebelas, menciptakan atmosfer kelas benar-benar bersahabat, tidak ada tekanan dan ancaman, menjalin komunikasi aktif dan menghargai perbedaan karakter peserta didik. 

Perbanyak interaksi dengan memancing ide peserta didik. Dengan berinteraksi, guru dapat menggali, mengangkat dan memunculkan bakat peserta didik yang terpendam. Bermain, berimajinasi dan berkreasi merupakan dunia peserta didik. Dalam permainan terdapat unsur pleasurable (menyenangkan), enjoyable (menikmati) imajinatif dan aktif.

Pengalaman yang sungguh luar biasa dalam membersamai peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus, kajian ringan dalam membuat suasana belajar yang menyenangkan. 

Sebagai guru, sudah sepantasnya melakukan perubahan, mau belajar dan terus belajar. Sehingga dapat berbagi ilmu dan memantaskan diri sesuai dengan masa anak didik kita. Hal ini sesuai dengan hadist berikut : Rasulullah SAW bersabda : “ tidak pantas bagi orang-orang yang bodoh itu mendiamkan kebodohannya dan tidak pantas pula orang yang berilmu mendiamkan ilmunya” (H.R. Ath-Thabrani)

Sri Purwani, M. Pd menempuh Pendidikan dari SD hingga Per- guruan Tinggi di Jakarta. Memiliki kegemaran “bebenah rumah”, (unik ya). Semasa SD hingga sekarang aktif dalam kegiatan kepramukaan. Senang mengikuti kegiatan yang menambah per-sahabatan. 

Usia boleh tak muda lagi, namun semangat belajar tetap menjadi prioritas.

Beliau persembahan tulisan ini untuk peserta didik, sahabat guru dan dunia Pendidikan. Dengan harapan dapat menjadi sumbangsih ispiratif dalam pembelajaran menuju peradaban yang beradab. Sesuai dengan bunyi QS. Ar. Rad ayat 11, “sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.

Posting Komentar

 
Top